Bertindak Dalam Hidup Dengan Melibatkan Sang Theos Ala Filosofi Stoikisme

 

 


 Halo sobat-sobat blog ku, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, ketemu lagi ni sama saya di postingan Blogger terbaru saya...

Masih seputar filsafat nih!

Pertama-tama saya mengucap syukur kepada Sang Theos, Sang Ilahi, yang atas campur tangan-Nya juga sehingga saya bisa menggerakkan jari jemari saya untuk mengetik setiap kata di Keyboard saya ini, dan atas keluasan ilmu-Nya juga sehingga Ia mau membukakan Pintu Otak dan Pintu Hati saya untuk mempelajari dan memahami keluasan Ilmu yang ada di dunia ini!

So, di postingan kali ini saya mau sharing masih dalam materi Filsafat Stoikisme.

Tentang cara hidup orang Stoa yang selalu bekerja, bertindak dan beraktivitas tanpa lupa melibatkan Sang Theos (Tuhan).

Filosofi Stoikisme mengajarkan bagi para penganutnya untuk selalu bekerja dan berusaha tanpa memaksakan diri dalam artian menekan diri untuk bertindak mencapai sesuatu yang berat dan belum pasti didapat.

So, para Bapa Filsafat Stoik mengajarkan bahwa, salah satu penyebab ketidak bahagiaannya manusia adalah karena manusia itu sendiri terlalu mengkudakan diri untuk mendapatkan apa yang diinginkan sedangkan dirinya sendiri belum tentu mampu bisa mencapainya, sehingga besar sekali resikonya apabila suatu keinginan yang tak tercapai itu akan menjadi duka dan keputusasaan bagi mereka yang demikian.

Maka dalam Stoikisme ditekankan bagaimana manusia untuk hidup lebih sesuai dengan Hukum Alam, artinya hidup sewajarnya, sealur dan semengalir alam yang diselenggarakan Ilahi, tak perlu berlebihan dalam bertindak tak juga mengurangi diri dalam berusaha.

Namun, didalam Stoikisme juga diajarkan agar seorang Stoa selalu bertindak dengan melibatkan Yang Mutlak [Sang Theos/Tuhan], itu mengapa Stoikisme dulu bahkan sampai sekarang banyak yang menganut aliran filsafat ini, karena memang tidak bertentangan dengan doktrin agama manapun yang menekankan kespirualitasan manusia.

Seorang stoa bahkan diajarkan untuk selalu berdoa sebelum bertindak, walaupun besar kemungkinan suatu keinginan dalam doanya belum tentu terkabul [atau belum], namun dengan cara melibatkan Sang Theos setidaknya dapat meringankan resiko keputusasaan apabila suatu keinginan belum bisa didapatkan, dan juga bisa memberikan sedikit besar pengharapan baik yang dapat membuat seseorang berpengharapan dengan bahagia, karena ia sadar bahwa apa yang ia inginkan mungkin masih belum Sang Theos kabulkan, atau mungkin ada hari-hari berikutnya yang berpeluang besar baginya.

Demikian juga yang dilakukan Bapa-Bapa Filsuf Stoik dulu, apabila mereka hendak bepergiaan, bekerja, dan beraktivitas, mereka selalu melibatkan Tuhan, seperti contoh Bapa Cleanthes dari Asos, dimana dalam desakan imannya ia berkata:"Bimbing aku, oh Zeus, bimbing aku, wahai penciptaku Hingga di tempat di mana Engkau akan menghantarku Aku tidak akan lari darimu, namun mengikutimu, dan seandainya hatiku berontak, Aku tetap akan ikut dika."

 Mungkin sekian saja yang bisa saya bagikan, kurang lebihnya demikian yang saya fahami dalam mempelajari ilmu Filsafat khususnya Madzhab Filsafat Stoikisme.


Maaf ya apabila ada kesalahan dalam penyampaian.

Kritik dan Saran amat sangat diharapkan dan dipersilahkan untuk disampaikan di Kolom Komentar!

Semoga kita selalu berbahagia, selalu Hidup walaupun kamu gak berguna... hahaha, enggak saya mah becanda doang...

Buatlah hidupmu berguna, setidaknya bergua bagi diri pribadi, lebih-lebih bagi keluarga, kerabat, teman dan masyarakat luas.

Jadilah Terang Dunia

Wassalam


M. H. Ridwan. M. Y

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Filosofi Teras (Filosofi Stoicism/Stoikisem)

Makna Hidup Menurut Filsafat Nihilisme

Apakah Manusia Mempunyai Free Will Dalam Hidupnya Menurut Filosofi Determinisme