Menghindari Penderitaan, Kegalauan, Dan Keputusasaan Ala Stoicism [Filosofi Teras].
Halo Sob.
Saya sangat bersyukur karena Sang Theos masih memberikan saya kesempatan untuk menulis segelintir tulisan dari apa yang saya tahu dan fahami mengenai Aliran Filsafat Stoicism.
Di postingan sebelumnya saya sudah menuliskan sedikit pengenalan Filsafat Stoicism atau di sebut juga Filosofi Teras, nah kalo di sini saya akan menuliskan mengenai "Bagaimana sih menghindari dan menghadapi penderitaan, kegalauan, dan keputusasaan dalam hidup?" ya tentunya menurut orang-orang Stoic [para shopis] dengan bagaimana cara mereka menghadapi tantangan hidup di dunia ini.
Kaum Stoic meyakini bahwa penyebab terjadinya penderitaaan dari emosi negatif adalah disebabkan karena salahnya memutuskan suatu keputusan, terlalu berekspetasi tinggi dan terlalu memikirkan ide-ide diluar batas kemampuan normal, so, semua itu adalah salah satu penyebab naiknya emosi dikarenakan kuatnya ambisi untuk mencapai apa yang diinginkan.
Nah, bersyukur jika apa yang diambisikan itu bisa diwujudkan dengan ikhtiarnya, apabila itu tidak didapat, maka akan mempengaruhi emosi negatif, yang menyebabkan lahirnya rasa marah, kesal, putusasa, galau, dan segala macam keadaan yang mempengaruhi fikir dan tindak manusia.
Seorang Stoa dituntut untuk hidup sesuai landasan dasar kebenaran, tidak hidup tinggi, maupun rendah, tetapi hidup sesuai aturan keseimbangan alam dan sesuai ketetapan Sang Theos [Tuhan], jadi hidup seorang Stoic juga harus melibatkan Tuhan.
Cleanthes menulis beberapa versi dalam ekspresi gamblang sebuah daya tarik elemen yang didesakkan oleh imannya,
Lead me, O Zeus, and lead me thou, O Fate, Unto that place where you have stationed me: I shall not flinch, but follow: and if become Wicked I should refuse, I still must follow Terjemahan bebas: Tuntunlah aku, wahai Zeus, tuntunlah aku, wahai sang Khalik Hingga di tempat di mana Engkau akan menghantarku Aku tidak akan lari darimu, namun mengikutimu, dan seandainya hatiku berontak, Aku tetap akan ikut dikau. | ||
Cleanthes dari Assos Dengan cara hidup demikian, maka seorang stoa berusaha menyelaraskan hidup sesuai dengan keselarasan ketepatan keseimbahangan Alam yang didalangi oleh sang Ilahi, sehingga terwujudntya etika Katekontik, sebagaimana zaman stoa mula-mula yang selalu melibatkan para Dewa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hidup dengan tidak berekspetasi tinggi adalah cara stoa menghindari penderitaan, pada umumnya kita selalu berekspetasi melakukan suatu [contoh] pidato akan lancar-lancar saja bahkan akan menang jika dalam perlombaan, nah kalo orang stoa tidak demikian, mereka akan berekspentasi ya, yang buruk-buruknya, mereka akan mengekspetasikan pidato mereka akan buruk pada saat dilangsungkan, so, mengapa demikian, karena orang stoa sadar, bahwa jikalau kita berekspetasi tinggi bahkan terlalu tinggi demikian bisa mempengaruhi hawa nafsu kita, toh apabila kenyataan tidak sesuai ekspetasi apa bisa buat, itu hanya akan mempengaruhi emosimu, kamu akan merasa kecewa, marah, kesal karena apa yang kamu lakukan tidak sesuai keinginan, maka cara orang stoa bisa menghindari semua masalah tersebut, dengan mengekspetasikan yang buruk-buruknya, maka apabila nanti kita berpidato, lalu pidato kita itu gak baik, gak lancar dan segala kendala yang ada, maka kita gak akan gendok-gendok teuing, gak akan terlalu kecewa, toh kitanya juga dari awal udah ngekspetasiin yang buruk, jadi wajar aja kalau pidatonya jelek, ya kalo pidatonya baik, bagus, apalagi menang dalam perlombaan, maka kita akan lebih bersyukur, karena keinginan kita ternyata melebihi ekspetasi yang kita harapkan, jadinya kita gak bakalan tuh ngalamin galau, kesal, putus asa, dan sebagainya. Nah mungkin segitu dulu saja yang bisa saya bagikan semoga kedepannya ada kesempatan buat ngetik lagi, hehe. selalu berbahagia ya kawan! Salam damai, semoga semua makhluk dialam semesta berbahagia. H. E. Y. Ridwan |
Komentar
Posting Komentar